Matamaja.com || Majalengka — Warga bersama Pemerintah Desa Mirat, Kecamatan Leuwimunding, kabupaten Majalengka, meminta aparat penegak hukum (APH) segera menindak peredaran rokok ilegal yang semakin marak di wilayah mereka. Rokok tanpa cukai jelas melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang menegaskan ancaman pidana 1–5 tahun serta denda 2–10 kali nilai cukai bagi produsen maupun penjual.
Selain menjual, pihak yang memperdagangkan barang kena cukai ilegal juga dapat dijerat Pasal 56. Meski sanksi lebih dominan menyasar produsen dan penjual, pembeli tetap memiliki risiko hukum. Peredaran rokok ilegal bukan hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tetapi juga menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat.
Ironisnya, meski regulasi jelas, praktik penjualan rokok ilegal justru semakin terbuka. Di Desa Mirat, wartawan mendapati salah satu kios menjual rokok tanpa pita cukai secara bebas.
Pemilik kios mengakui menjual rokok ilegal yang disuplai sales dari wilayah Kadipaten dan Cirebon. Harga beli per bungkus sekitar Rp8.700, kemudian dijual Rp10.000 untuk isi 12 batang dan Rp11.500 untuk isi 16 batang. Setidaknya ada empat merek yang dipasok, di antaranya Andalan, Artha, Grauw, dan MBOIS.
“Sales datang seminggu sekali mengisi stok,” ujar pemilik kios.
Warga menilai kondisi ini meresahkan dan merusak iklim usaha. Mereka berharap Bea Cukai bersama Pemkab Majalengka membentuk tim terpadu—melibatkan Satpol PP, Kepolisian, Kejaksaan, Kodim, hingga Disperindag—untuk memberantas peredaran rokok ilegal di wilayah tersebut.
Kepala Desa Mirat, Asep Sumekar, menegaskan pihaknya menolak keras keberadaan rokok ilegal di desanya. “Kami berharap Pemkab Majalengka dan Bea Cukai menindak tegas para sales yang menjual rokok tanpa cukai. Semua harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan,” ujarnya.







