Mahfud MD: Kita Sungguh-sungguh Berantas Korupsi, tapi Tak Bisa Cepat

MATAMAJA.COM//Jakarta – Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan Presiden Jokowi tidak memiliki arahan baru terkait penegakan hukum. Menurutnya, Jokowi meminta agar penegakan hukum dilakukan setegas-tegasnya untuk banyak kasus, di antaranya Asabri, Indosurya, dan Wannartha.

“Presiden meminta agar itu terus dilakukan secara tegas dan harus kita tunjukkan kepada publik bahwa kita sungguh-sungguh memberantas itu,” kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/2).
Meski pemerintah bersungguh-sungguh ingin memberantas korupsi, Mahfud mengingatkan prosesnya tidak bisa cepat. Ada prosedur hukum yang harus diikuti untuk memberantas korupsi.
“Memberantas korupsi dan menegakkan hukum itu tidak bisa cepat seperti orang melakukan kejahatan. Kalau orang mau melakukan kejahatan itu sebentar saja. Saudara nipu, nulis angka Rp 150 miliar menjadi Rp 15 triliun itu gampang. Satu menit jadi,” jelasnya.
“Tapi untuk menyelesaikan seperti itu, kan, perlu dipanggil dulu, saksinya apa, mana dokumennya, itu supaya dipahami juga mengapa penegakan hukum itu lambat karena untuk menegakkan hukum itu harus ikut aturan, prosedur, waktu, dan sebagainya,” lanjutnya.

Namun, terlepas dari Transparancy International Indonesia (TII) yang memberikan poin kurang baik untuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, Mahfud menyatakan ada sejumlah bidang yang poin-poinnya naik.
“Demokratisasi naik, penegakan hukum, dan keadilan naik. Tapi di sektor-sektor tertentu misalnya perizinan, kemudahan berinvestasi, kemudian adanya kekhawatiran dari investor tentang kepastian hukum macam-macam memang itu mempengaruhi agak turun. Tapi kalau penegakan hukum, pemberantasan korupsi, demokrasi itu naik meskipun kecil,” tuturnya.
Mahfud mengatakan, langkah lanjutan yang lebih konkret akan dibahas bersama Jokowi dalam 2-3 hari ke depan. Apalagi, penurunan IPK sebetulnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di negara-negara lain seperti Singapura, Timor Leste, dan Brunei Darussalam.
“Misalnya Timor Leste lebih tinggi dari kita sekarang. Karena apa? Timor Leste itu hanya diukur dari 4 lembaga survei, sedangkan kita 8. Tapi enggak apa-apa, itu hak dari TII untuk membuat agregasi dan kami menghargai upaya TII sebagai persepsi,” imbuhnya.

“Persepsi itu bukan fakta sehingga kami perbaiki juga dari sudut persepsi. Berterima kasih kami kepada TII,” pungkasnya.

(@aher/kumparan.com)