DENPASAR, BUSERJATIM.COM GROUP — Kasus dugaan mafia mobil yang menyeret nama Putu Erik Pratama Putra alias Erik Ceper kembali menjadi sorotan nasional. Rentetan laporan dari Bali hingga Lombok menunjukkan pola serupa: dugaan penggelapan, penipuan, manipulasi kredit macet, hingga jual-beli gelap mobil pembiayaan yang menyebabkan kerugian korban mencapai miliaran rupiah.
- Mobil Hilang, Digadai, Lalu Berpindah Wilayah
Salah satu perkara yang mencuat adalah hilangnya sebuah Wuling Almaz merah senilai Rp460 juta, yang kemudian diduga digadaikan bersama Toyota Raize kuning di Lombok. Informasi lapangan menyebut skema yang digunakan sangat rapi, mulai dari pemasangan GPS, memanipulasi kondisi agar seolah terjadi write off (WO), hingga penguasaan unit oleh pihak lain yang diduga bagian dari jaringan.
Di Lombok, seorang warga bernama Ibu Lilik menjadi salah satu korban. Mobil yang ia kuasai akhirnya ditarik perusahaan pembiayaan setelah masuk daftar pencarian lintas wilayah.
Tak hanya itu, beredar pula dugaan adanya laporan polisi palsu yang masuk ke Polresta Denpasar pada April 2024. Dokumen itu diduga digunakan untuk mengaburkan proses penyidikan dan memindahkan arah penanganan ke pihak lain.
- Sudah Tersangka, Tapi Belum Diamankan
Dokumen internal yang beredar menunjukkan bahwa Putu Erik telah berstatus tersangka dalam administrasi penyidikan Subdit 3 Unit 1 Ditreskrimum Polda Bali, melalui surat:
B/777/V/RES.1.11/2025/Ditreskrimum — tertanggal 19 Mei 2025.
Sementara itu, laporan terhadap Erik disebut telah belasan, salah satunya:
LP/B/284/VI/2023/SPKT/Polda Bali — tertanggal 5 Juli 2023.
- Namun hingga Desember 2025, belum ada tindakan penangkapan.
Kondisi ini memicu dugaan pembiaran. Publik mempertanyakan, mengapa seseorang dengan banyak laporan dan sudah berstatus tersangka masih bebas berkeliaran?
- Pernyataan Erik yang Memantik Kemarahan Publik
Situasi memanas setelah pada 8 Desember 2025 pukul 17.43, beredar informasi bahwa Erik diduga menyatakan:
“Masalahnya sudah saya serahkan ke lawyer, dan lawyer nanti yang akan menghubungi Kabid Propam Polda Bali.”
Ungkapan tersebut memunculkan gejolak. Publik menilai, walau belum ada bukti keterlibatan pejabat mana pun, membawa-bawa nama pejabat tinggi merupakan tindakan serius yang wajib diluruskan.
Pertanyaan mencuat:
- Apakah Erik sekadar menjual nama untuk menakut-nakuti korban?
- Apakah ini strategi memanipulasi persepsi bahwa ia “kebal hukum”?
- Atau justru mengisyaratkan adanya oknum yang perlu diusut lebih lanjut?
Tokoh masyarakat menegaskan bahwa institusi polisi harus memverifikasi ucapan tersebut supaya tidak menjadi fitnah dan tidak menodai citra Polri
- Dugaan Setoran ke Oknum: Isu Liar yang Perlu Penyelidikan Resmi
Sejumlah sumber lapangan juga menyebut bahwa Erik Cs diduga pernah mengaku memberikan uang kepada seseorang berinisial AKP NS. Kebenaran klaim ini sepenuhnya masih dugaan dan harus diuji melalui penyidikan resmi.
Jika kelak terbukti, potensi pasal yang dapat menjerat antara lain:
- Pasal 372 KUHP – Penggelapan
- Pasal 378 KUHP – Penipuan
- Pasal 263 KUHP – Pemalsuan dokumen/LP
- Pasal 480 KUHP – Penadahan
- UU Tipikor Pasal 12B – Gratifikasi
- UU Tipikor Pasal 3/12 huruf e – Penyalahgunaan wewenang
- Pasal 21 UU Tipikor – Obstruction of justice / menghalangi penyidikan
Sumber tersebut menyebut, “Kalau dibiarkan, wibawa Polri bisa rusak hanya karena ulah satu orang.”
- Desakan Publik: Mabes Polri Diminta Turun Tangan
Gelombang tekanan publik menguat. Para korban meminta Mabes Polri membentuk tim khusus agar penanganan tidak lagi bergantung pada dinamika lokal yang rentan intervensi pihak tertentu.
“Kerugian sudah miliaran. Jangan sampai ada ruang bermain bagi siapa pun,” kata salah satu korban.
Kasus ini dinilai menjadi batu uji bagi transparansi penegakan hukum, sekaligus memastikan tidak ada nama pejabat yang diseret secara sepihak dan tidak ada pelaku yang berlindung memakai nama aparat.
Para Korban Ingin Keadilan Tanpa Intervensi
Korban menegaskan bahwa penyidikan harus:
- bebas dari tekanan,
- bebas jual nama pejabat,
- bebas campur tangan oknum,
- dan berjalan berdasarkan bukti, bukan klaim sepihak
- Publik pun menyepakati satu hal:
Kasus ini harus dibuka seterang-terangnya — bukan hanya terhadap dugaan pelaku, tetapi juga terhadap klaim-klaim liar yang menyeret nama aparat.
Agar institusi tetap terhormat, penegakan hukum harus dilakukan tanpa kompromi dan tanpa ruang bagi siapa pun untuk bermain di balik layar.












